Menurunnya Ekonomi Pemerintah AS Akibat Dampak Corona

Menurunnya Ekonomi Pemerintah AS Akibat Dampak Corona – Amerika Serikat (AS) telah menjadi hot spot baru wabah virus corona (COVID-19), dengan kasus infeksi mencapai 142 ribu lebih per Senin (30/3/2020).

Namun malangnya, bukan hanya cara membendung wabah mematikan itu yang harus dipikirkan negara yang dipimpin Presiden Donald Trump itu. Hal besar lain yang harus diselesaikan AS adalah dampak ekonomi yang dibawa wabah asal Wuhan, China itu.

Itu dikarenakan wabah corona disebut telah membawa ekonomi AS ke dalam keadaan yang hampir mirip dengan saat Depresi Hebat (Great Depression) melanda atau lebih parah daripada resesi. slot gacor

Menurunnya Ekonomi Pemerintah AS Akibat Dampak Corona

“Tidak ada definisi spesifik dari depresi,” kata Bernard Baumohl, Kepala Ekonom Global Economic Outlook Group sebagaimana dikutip Reuters. “Tapi ini sangat berbeda dari resesi dalam hal panjang dan dalamnya.” americandreamdrivein.com

Sebelumnya, masa Great Depression yang dimulai dengan jatuhnya pasar saham pada tahun 1929, terus berlangsung hingga tahun 1933. Pada saat itu keadaan ekonomi menjadi kacau akibat melonjaknya angka pengangguran dan anjloknya output ekonomi.

Selama masa Depresi Hebat itu, ada sekitar 20% peningkatan dalam jumlah pengangguran di Amerika Serikat selama tiga tahun. Hal itu terancam terulang kembali sebagai akibat dari mewabahnya virus corona. Kekhawatiran semakin berkembang bahwa gangguan akibat pandemi virus corona akan mencekik pertumbuhan ekonomi Amerika dan mengakibatkan resesi. Gedung Putih sedang mempertimbangkan serangkaian langkah jangka pendek untuk meredakan tekanan finansial pada bisnis dan pekerja yang terimbas, tetapi para ekonom memperingatkan bahwa semakin banyak virus menyebar semakin besar pula dampak ekonomi dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih.

Bahkan diprediksi bahwa kenaikan angka pengangguran dan penurunan persentase dalam output ekonomi dapat lebih buruk dari yang terjadi pada 1930-an. Di mana akan ada jutaan orang yang dikeluarkan dari pekerjaan dan produk domestik bruto (PDB) turun dua digit.

Namun demikian, saat ini pemerintah AS disebut lebih siap dalam menghadapi ancaman wabah pada ekonomi ketimbang saat Great Depression melanda. Sebab, meski banyak yang mengatakan angka pengangguran telah meroket tajam, pemerintah juga terus menyuntikkan dana bantuan bagi orang-orang dan perusahaan besar dan kecil.

“Stabilisator ini terbukti kuat saat terjadi penurunan di masa lalu,” tulis Reuters.

Selain itu, peran bank sentral juga telah lebih baik. Di mana the Federal Reserve disebut telah banyak belajar dari berbagai kegagalan saat Depresi Hebat terjadi.

“Kali ini, seperti pada tahun 2007 (masa Resesi Hebat terjadi), The Fed dan bank sentral global telah bergerak untuk merendam ekonomi dalam bentuk tunai dan membuat program baru untuk mencoba membatasi risiko kegagalan bisnis dan pengangguran yang berkelanjutan.”

Namun demikian, menurut sekelompok ekonom dan pembuat kebijakan, AS masih harus memfokuskan diri untuk memperbaiki respons kesehatan masyarakat Amerika. Para pakar kesehatan menilai langkah ‘buka tutup’ pembatasan di seluruh negara bagian dan Gedung Putih yang lambat dimobilisasi juga dapat membuat dampak virus corona semakin buruk.

“Dorongan Presiden Donald Trump untuk membuka kembali ekonomi dengan cepat membawa risiko. Mengangkat pembatasan penguncian (lockdown) terlalu dini dapat menyebabkan gelombang kedua penyakit,” tulis sebuah studi yang diterbitkan minggu ini di Lancet Public Health Journal. Study ini berfokus pada China.

Hal serupa juga menjadi perhatian Gubernur Fed Jerome Powell. Menurut Powell, semakin tinggi jumlah korban virus dan semakin lama wabah berlangsung maka akan semakin banyak kerugian terjadi pada perekonomian.

“Urutan pertama bisnis adalah untuk membendung penyebaran virus dan kemudian melanjutkan kegiatan ekonomi,” kata Powell.

Industri perjalanan telah hancur oleh wabah virus corona di kapal pesiar dan oleh pembatalan perjalanan udara yang meluas.

Menurunnya Ekonomi Pemerintah AS Akibat Dampak Corona

Larangan terhadap pertemuan-pertemuan umum telah mendorong pembatalan konferensi, festival musik dan acara olahraga, dan membuat restoran-restoran dan berbagai gedung pertunjukan berjuang untuk tetap bertahan.

Penutupan sebagian pabrik-pabrik yang membuat suku cadang kendaraan bermotor di Tiongkok meningkatkan kekhawatiran bahwa produsen mobil Amerika harus mengurangi produksinya.

Pasar keuangan bereaksi dengan ketakutan dan volatilitas ekstrem, dengan anjloknya nilai saham dan harga minyak.

Pada hari Rabu Presiden Donald Trump mengumumkan larangan sebagian besar perjalanan dari Eropa dan bantuan keuangan untuk pekerja dan bisnis yang terkena dampaknya. Tetapi, dia juga berusaha meyakinkan publik bahwa perekonomian akan baik-baik saja.

“Ini bukan krisis keuangan. Ini hanya saat sementara yang akan kita atasi bersama sebagai sebuah bangsa dan bersama-sama dengan semua negara di dunia,” tandas Trump.

Presiden Trump telah mengusulkan pemotongan pajak sementara dan pinjaman untuk industri dan pekerja yang terkena dampak pandemi virus korona ini. Gedung Putih juga mempertimbangkan cuti keluarga dengan tetap mendapat gaji bagi para pekerja, tetapi tidak jelas bagaimana hal itu akan dilaksanakan.

Bradley Gold, dosen bisnis di University of Texas, menyampaikan pendapatnya. “Biasanya di dunia bisnis, keadaan ini merupakan sesuatu yang akan menjadi sangat, sangat memprihatinkan dan biasanya tidak disukai oleh orang-orang bisnis, tetapi saya kira saat ini kita sedang menghadapi krisis kesehatan masyarakat.”

Meloloskan undang-undang anggaran baru akan membutuhkan dukungan dari Partai Demokrat di Kongres yang menginginkan dana tambahan untuk pemeriksaan dan perawatan medis, asuransi pengangguran yang diperluas, dan peningkatan pengeluaran untuk program jaring pengaman sosial.

William Hoagland, analis ekonomi dari Pusat Kebijakan Bipartisan, setuju dengan perlunya penyesuaian anggaran tersebut.

“Ini akan menambah defisit federal dalam jangka pendek, tetapi penting jika itu berarti melindungi keselamatan dan keamanan publik Amerika dan memulihkan kepercayaan ekonomi yang diperlukan untuk bergerak maju,” imbuhnya.

Langkah-langkah tegas diperlukan segera, kata para analis, untuk memberikan bantuan segera kepada orang-orang yang terimbas dan untuk mempercepat pemulihan ekonomi setelah wabah berakhir.

Survei NABE juga memprediksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2020 hanya bertengger di angka 2,4%. Dan di kuartal II-2020, angka pertumbuhan ekonomi AS diprediksi menurun tajam hingga 26,5%.

Selain itu, NABE juga memprediksi tingkat pengangguran AS bakal melonjak hingga 12% di pertengahan tahun 2020, dari angka tersebut, kemungkinan 4,58 juta warga AS kehilangan pekerjaannya pada kuartal II-2020.

Peningkatan angka pengangguran tersebut akan menurunkan pertumbuhan konsumsi, di mana komponen tersebut jadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi AS. Pertumbuhan konsumsi menyumbang 70% terhadap pertumbuhan ekonomi AS.

Meski begitu, para ekonom optimistis perekonomian negara tersebut akan bangkit di semester II-2020. Para ekonom memproyeksikan ekonomi AS akan tumbuh 6% di akhir tahun 2020.

“Perkiraan kami perekonomian AS akan membaik pada akhir tahun ini dengan adanya dukungan dari stimulus fiskal dan moneter yang agresif,” kata Presiden NABE Constance Hunter , Sabtu (11/4/2020).

Selain itu, The Federal Reserve Kamis lalu mengumumkan tambahan pinjaman US$ 2,3 triliun untuk usaha kecil. Langkah ini datang di atas berbagai program pinjaman lainnya di bank sentral, dan memangkas suku bunga menjadi nol dalam upaya menopang perekonomian AS.